Persoalan Realita Masyarakat Saat Ini
Ditengah gemuruh era globalisasi yang setiap hari menggempur dan menggerus nilai-nilai budaya sebagai wujud kearifan lokal. Dirasa perlu adanya katalisator yang menjembatani komunikasi antara masyarakat dengan budaya itu sendiri, terlebih kehadiran sebuah medium yang menampung kegelisahan atas fenomena tersebut menjadi sangat penting. Kemajuan zaman selalu beriringan dengan kemajuan cara berfikir masyarakat, ritus-ritus yang sudah dilangsungkan selama berabad-abad kini mulai ditinggalkan dengan beberapa alasan sudut pandang logis yang erat kaitannya dengan skala kebutuhan, kepentingan, dan kemapanan. Semua serba logis dan masuk akal, apapun yang kiranya tidak memiliki korelasi dengan hidup mereka maka hal itu pantas ditinggalkan, diabaikan bahkan dilupakan. Lantas bagaimana keharmonisan dalam konstelasi masyarakat modern itu dibentuk??, apakah semua berkutat dengan materi yang relevansinya dengan kebutuhan hidup yang tak ada habisnya?
Berangkat dari kegelisahan di atas Sanggar Madhangkara hadir dengan komitmennya sebagai konservator dalam bidang seni dan budaya. Komitmen ini dibangun atas realita kehidupan masyarakat yang secara perlahan-lahan mulai abai terhadap budaya dan tradisinya. Konservator disini bukan diartikan sebagai insan yang secara terus menerus mengedepankan patron-patron dengan mengikat sampul budayanya akan tetapi sebagai pelestari yang lebih mengedepankan laku kreatif dalam mengurai keindahan budayanya. Seperti yang kita ketahui seni dan budaya selalu lekat dengan keluwesan serta keindahan. Nut jaman kalakone, bagaimana seni dan budaya tumbuh dan berkembang selaras dengan jaman. Seni dan budaya lahir dari masyarakat seharusnya berkembang dan tumbuh juga ditangan masyarakat. Selama ini kehadiran perguruan tinggi seni menjadi sebuah menara gading yang menciptakan sekat pembatas antara seni dengan masyarakat sebagai penikmat dan pelakunya. Teori dan konsep pertunjukan hanya habis di meja skripsi, tesis maupun disertasi tanpa disertai langkah konkrit terkait pengaplikasiannya di masyarakat. Kondisi demikian semakin menciptakan ruang yang sangat berjarak antara seni dengan masyarakat.
Solusi
Berdasarkan realita sosial di atas Sanggar Madhangkara mencoba menciptakan ruang interaksi antara masyarakat dengan seni dan budaya melalui program sekolah seni yang bersifat non formal. Sekolah ini berfokus pada penggalian, pelestarian, dan perkembangan seni budaya Jawa. Adapun kegiatan dalam sekolah tersebut antara lain:
- Sekolah Pedalangan
- Sekolah Karawitan
- Sekolah Sinden (Wiraswara)
- Sekolah Tari
Kegiatan ini merupakan langkah nyata Sanggar Madhangkara dalam menciptakan media interaksi antara masyarakat dengan seni budayanya. Kegiatan sekolah seni ini nantinya akan dibuka bebas untuk semua kalangan dan tidak ada batasan usia dalam praksisnya. Kegiatan sekolah ini bersifat luwes dan tidak mengikat, artinya para siswa atau anggota dibebaskan untuk mengikuti pelatiahan di Sanggar Madhangkara ataupun aktif menjadi anggota di sanggar seni yang lain.